Jumat, 30 Desember 2016

Muslim di Negeriku Gaduh Lagi

Dipenghujung 2016, akhir-akhir ini sering kita mendengar suatu aliran galak yang disebut dengan gerakan ekstrem dalam beragama.  Gerakan ini terkesan serem, bukan hanya pada non muslim bahkan kepada sesama muslimpun galak juga. Padahal, dulu jauh sebelum itu kita asik dan tentram dalam beragama. Nggak terusik dengan ekstrimisme. Kehidupan masyarakat rukun adem ayem, itu dulu. Lantas, kenapa akhir-akhir ini ekstremisme radikalisme begitu menggaung? Apa ada pergeseran sikap? Atau karna ada pengaruh dari luar? oooh mungkin karena ada usaha adu domba? Mungkinkah ada pemecah belahan umat?

Waktu masih katro dulu, kita nggak pernah dengar aliran ekstrem dan moderat, paling-paling kita hanya mendengar perbedaan pendapat dalam pengamalan agama. Contoh kecil paling mencuat kala itu perbedaan amaliyah qunut dalam subuh, atau kalau bulan puasa seperti perbedaan jumlah rokaat shalat teraweh. Hal begini di pesantren atau mayarakat sih sudah biasa. Yang beda pendapat pun tidak pernah menyalahkan pihak lain apalagi memaksakan pendapat untuk mengikutinya. Yang qunut nggak maksa untuk yg tidak qunut harus ngamalin qunutnya kan? begitupun tidak memaksa dalam jumlah rokaat traweh. Masing-masing jalan sendiri. Mereka berbeda, tapi rukun. Mereka nalar dan sadar bahwa manusia ini memang beda satu sama lain.

Tapi dewasa ini kita ruwet dihadapkan pada pemaksaan untuk mengikuti yang tampil beda. Yang tidak sama dalam penampilanya akan dikatakan sesat, masuk neraka dan di kafir-kafirkan pula. Kita dihadapkan pada pilihan antara dua paham atau dua aliran terutama dalam hal yang menyangkut pengamalan agama, yaitu Ekstremisme (paham yang radikal yang tidak kenal kompromi) dan Moderasi (sikap yang sedang). Apakah anda mau jadi pengamal agama yang ekstrim atau yang moderat?

Dua faham tersebut seolah saling berlawanan, padahal (menrut pendapat katro-ku) tidak demikian, karena sebenarnya ekstrem bukan lawan dari moderat dan moderat bukan lawan dari ekstrem, tetapi merupakan perbedaan pengamalan. Bahkan ekstrem boleh dikatakan sebagai sempalan dari moderat. Karena moderat itu yang asal yang lurus dan ekstrem itu yang bengkok dan yang menyimpang. Kalau sekiranya dikehendaki adanya lawan ekstrem maka seharusnya ada dua ekstrem yang berlawanan: ekstrem kanan dan ekstrem kiri, sedangkan moderat itu di tengah di antara dua ekstrem.

Untuk lebih jelasnya kita udud dulu.
Begini, dahulu dipertengahan abad 20, ada dua paham ketata-negaraan dan ketata-ekonomian yang saling berlawanan yaitu komunisme, yang dikenal sebagai paham kiri, yang dipelopori oleh Uni Soviet dan liberalisme, yang dikenal sebagai paham kanan, yang dipelopori oleh Amerika Serikat. Nah bersamaan itu kemudian munculah faham tengah, sebagai negara-negara yang tidak memihak ke kanan dan ke kiri, yang dipelopori oleh lima negara (Indonesia, India, Mesir, Yugoslavia dan Ghana) yang dikenal dengan Negara-negara Non-Blok.
Sedangkan apa yang kita hadapi sekarang ini hanya ada satu ekstrem dan satu lagi yang tidak ektrem, yaitu moderat atau yang tengah-tengah.

Kapan dan bagaimana terjadi paham ektremisme dalam Islam. Mari sama-sama kita lihat sejarah perkembangam Islam secara singkat :
zaman Nabi dan masa dua Khalifah sesudah nya (Abu Bakar Shiddiq dan Omar bin Khatthab) , tidak terdapat faham ekstrem, yang ada hanya satu faham Islam, bahkan Nabi memberikan dan menganjurkan untuk memberikan kemudahan dan bersikap tidak kaku dalam pengamalan agama.

pada masa Khalifah ketiga, Khalifah Usman bin Affan muncul paham yang mengagungkan Ali bin Abi Thalib , bahkan mulai muncul paham ekstrem di antara mereka yang disebut "ghuluw" (berlebihan/ekstrem) yang para pelakunya disebut "ghulah/ekatremis" dalam mengagungkan Ali.

terjadilah permusuhan berdarah antara Ali dan pendukung/shiahnya melawan Muawiyah (gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman bin Affan di Syam) dan pengikutnya.

Dari kelompok Ali muncul aliran Khawarij yang keluar dari kelompok, yang ekstrem yang membelot. Mereka menilai bahwa kedua kubu yang berseteru tersebut tidak benar, bahkan dikafirkan sehingga mereka menjadi halal untuk dibunuh. Tidak hanya dua kubu itu yang dikafirkan tetapi semua yang dinilai tidak sefaham dengan mereka.

Pada abad ke delapan belas Masehi di Semenanjung Arabia, muncul gerakan "pemurnian" agama, yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul wahhab dan didukung oleh Muhammad bin Saud pendiri dinasti Saudi, yang menilai adanya banyak penyimpangan dan penambahan dalam amaliyah peribadatan yang tidak ada contohnya dari Nabi, yang dikatakan sebagai bid'ah (mengada-ada). Mereka berpedoman pada dua senjata,

- pertama, pada hadits Nabi yang mengatakan bahwa "kullu bid'ah dhalalah wa kullu dhalalah finnar", yang diartikan bahwa semua yang bid'ah (mengada-ada) itu sebuah kesesatan dan semua kesesatan itu masuk neraka; dan
- kedua, pada ayat yang berisi perintah untuk melakukan kebaikan dan larangan untuk berbuat yang mungkar/tidak baik. (QS Aal Imran : 110).
Dengan dua senjata itu mereka melancarkan pemberantasan dan "pembersihan" praktek-praktek keagamaan Islam yang dinilai tidak ada contohnya dari Nabi.

Mereka melakukan kegiatan tersebut dengan cara radikal, yang disertai dengan kekerasan dan kekejaman bahkan disertai dengan pembunuhan dan penghancuran situs-situs bersejarah.
Mereka meyakini hanya madzhab/pemahaman keagamaan mereka yang benar dan yang lain adalah salah.
Mereka hanya mengikuti pendapat mereka dan tidak memberi ruang bagi pendapat lain bahkan harus diberantas dan dibinasakan.
Mereka hanya mengikuti satu madzhab Ahmad bin Hanbal dalam fiqih dan Ibn Taimiyah dalam akidah, dan tidak peduli dengan madzhab lain.
Mereka pun lupa atau melupakan hadits lain yang mengatakan bahwa barangsiapa yang memberlakukan sunnah (tatanan) yang baik (yang tidak bertentangan dengan petunjuk Nabi) maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya sesudahnya.

Gerakan pemurnian yang ekstrem dan radikal inilah yang dewasa ini sedang menghangat atau lagi "in" di mana-mana.

Sebenarnya bila kita perhatikan, Ekstremisme muncul dari fanatisme berlebihan, yang timbul karena kurang keterbukaan dalam pemikiran, kurang bacaan, dan keterbatasan dalam pendidikan. Sehingga dunia yang luas menjadi sempit sesempit pemahaman yang bersangkutan.

Di lain pihak, moderasi adalah faham yang sedang, yang tengah-tengah dan itu merupakan sesuatu yang lurus. Karena garis lurus adalah garis tengah, garis yang pendek yang menghubungkan antara dua subjek.

Nabi pernah berpesan bahwa segala sesuatu itu yang paling baik adalah yang paling di tengah-tengah, yang tidak menceng ke kanan atau ke kiri. Beliaupun berpesan "la taghlu- fi di-nikum | janganlah berekstrem-ekstrem dalam agama kalian". Sebagaimana beliau berpesan "yassiru- wa la tu'assiru | permudahlah dan jangan persulit". Dalam Qur’an disebutkan bahwa demikianlah Allah telah menjadikan umat Muhammad sebagai umat yang tengah-tengah untuk menjadi saksi bagi umat manusia. (QS Baqarah :143). Karena hal moderat itu adalah yang paling baik maka setiap kali kita membaca surat Fatihah, kita memohon kepada Tuhan untuk diberi petunjuk ke arah jalan yang lurus, yang moderat, bukan jalan yang tidak diridhoi Allah dan bukan pula jalan yang nyasar dan sesat.

Jadi kita beragama ini yang sedang-sedang sajalah, yang santai, jangan kaku. Karena agama ini perlu pemahaman, penalaran, kesadaran dan peresapan batin. Agama ini kita jalani dengan penuh ketundukan dari dalam lubuk hati sanubari yang tenang bukan karena takut ancaman siksa dan neraka dan bukan karena takut pengkafiran. Karena sudah ada patokan, yaitu mengucap dan mengikrarkan dua kalimat syahadat.


Itu dulu sementara, kopinya habis..

Muslim di Negeriku Gaduh Lagi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar anda disini: