Rabu, 02 Maret 2011

Bagaimana Bisa Menemukan Allah?


Dalam ajaran thariqat Sufi: "Yang terpenting bukannya tercapainya apa yang engkau cari, tetapi yang penting adalah engkau dilimpahi rizki adab yang baik"

Memang yang terbaik adalah terwujudnya apa yang kita inginkan (baca: sukses), tetapi lebih penting dari itu adalah manakala kita dikaruniai adab yang bagus. Baik itu adab dengan Allah, adab dengan Rasulullah saw, adab dengan para Syeikh, para Ulama, adab dengan sahabat, keluarga, anak, isteri, dan adab dengan sesama makhluk Allah Ta'ala.

Apapun yang ada di sisi gusti Allah, tidak bisa kita raih dengan berbagai upaya sebab dan akibat, namun kita harus mewujudkannya melalui sebuah adab yang baik di hadapan-Nya, karena dengan adab yang baik itulah ubudiyah kita akan terwujud.

Allah swt, berfirman:
"Agar Allah menguji mereka, manakah diantara mereka yang terbaik amalnya." (Al-Kahfi: 7)

Jika kita lihat firman Allah diatas, kita tahu bahwa Allah tidak menyebutkan yang terbaik itu adalah yang terbanyak suksesnya, Akan tetapi yang terbaik adalah yang seberapa besar kebaikan raihan sukses dalam amalnya.

Rasulullah saw, bersabda: "Taqwalah kamu kepada Allah dimana pun engkau berada, dan rubahlah keburukan dengan kebajikan, sehingga keburukan terhapus. Dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik." (Hr. Imam Ahmad, dan At-Tirmidzy).

Ngendika Ibnu Athaillah:
"Tak ada yang lebih penting untuk anda cari dibanding rasa terdesak, dan tidak ada yang lebih mempercepat anugerah padamu ketimbang rasa hina dan rasa faqir pada-Nya."

Rasa terdesak, hina, fakir, inilah yang membuat kita terus kembali kepada Allah swt. Tentu dalam meraih faktor-faktor tersebut dimodern ini kita harus bisa mengatur waktu untuk menuju Allah Swt.
Dan sebaik-baik waktu, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam adalah waktu dimana kita menyaksikan sifat butuh kita kepada gusti Allah, dan dikembalikan kepada wujud hinamu di hadapan-Nya.

Dihadapan Alloh kita harus merasa diri kita ini hina dan fakir. Dalam hadits qudsinya Allah Swt berfirman “jika kalian (manusia) ingin berjumpa menemuiku, maka temuilah orang-orang yang dalam kondisi hina”
Orang-orang yang  dalam kondisi hina bisa kita sebut seperti orang sakit, fakir miskin, yatim piatu dan lain semacamnya. Setidaknya dari diri mereka itulah terdapat do’a yang dikabulkan. Kalau kita telisik dan memperhatikan sejarahnya, bukankah seorang wali lebih ingin terpandang hina daripada dianggap mulia, padahal diri mereka itu tergolong manusia mulya. Ya!!! betul sekali karena mereka takut kemulyaanya menjadi sesembahan bagi manusia-manusia awam.

Para sufi sering bersyair:
*Adab sang hamba adalah rasa hinanya,
    Sang hamba tak pernah meninggalkan adab.
*Sang hamba jika sempurna rasa hinanya,
    Sang hamba meraih cinta dan kedekatannya.

Hajat manusia bertingkat-tingkat, Ada hajat dunianya, ada hajat akhiratnya, ada hajat meraih anugerah-Nya, dan ada pula yang hajat-Nya hanya kepada Allah swt saja. Tentu hajat tertinggi adalah saat kita menuju dan wushul kepada gusti Allah, dan itu semua harus diraih dengan rasa butuh yang sangat, serta rasa hina dan fakir yang hanya kepada Allah ta'ala.

Pernah dikatakan kepada Abu Yazid;
"Pekerjaanmu senantiasa dipenuhi dengan rasa bakti, bila engkau menghendaki Allah  maka engkau harus datang dengan rasa hina dan butuh."
Banyak kita jumpai sebuah hajat yang kurang beradab, terutama pada diri kita saat berdo’a. Sebuah kesalahan jika kita hanya berhajat butuh tetapi tidak menampakan diri kita orang yang hina.

Diantara makna berguna dari rasa butuh itu adalah:
    - Rasa berpaling dari makhluk Allah Ta'ala secara total,
    - Menghadap gusti Allah dengan total pula,
    - Sang hamba berhenti di batasNya tanpa membuat pengakuan sedikit pun.

Inilah tiga hal yang merupakan jumlah kebajikan dan kesempurnaan.
*02/03/11

Bagaimana Bisa Menemukan Allah? Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar anda disini: